Minggu, 19 Mei 2024 06:42
flash sale baju bayi
Bonnet Sleeping Double Sensyne Extendable Wireless Compatible Android Children Camcorder Silicone JBL Tune 510BT Ear Headphones

Deflasi Dan Kesejahteraan Petani Sumatera Utara

Medan (utamanews.com)

Oleh: Erfin Triyaman Harefa, SST (Statistisi Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, sekarang bekerja di Badan Pusat Statistik Kota Medan).

Kamis, 02 Jan 2020 15:12

Istimewa
Erfin Triyaman Harefa, SST
Fenomena naik atau turunnya harga barang/jasa selalu menjadi pusat perhatian khalayak ramai dan perbincangan berbagai pihak dalam mengomentari posisi pemerintah dalam menjaga harga barang/jasa di dalam masyarakat.

Baru-baru ini Badan Pusat Statistik merilis angka inflasi sebagai rutinitas tiap bulannya. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai meningkatnya harga-harga barang/jasa secara umum dan terus-menerus dalam periode tertentu. Naiknya harga satu atau dua barang/jasa tidak dapat disebut inflasi, kecuali apabila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang/jasa lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi, yang merupakan penurunan harga barang/jasa secara umum pada periode tertentu.

Angka inflasi yang dirilis oleh BPS berasal dari perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK). Perhitungan IHK untuk mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang/jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Sejak Januari 2014, IHK disajikan dengan menggunakan tahun dasar 2012 (100) dan mencakup 82 kota yang terdiri dari 33 ibu kota provinsi dan 49 kota-kota besar di seluruh Indonesia.

Data IHK mencakup barang/jasa yang dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; kelompok sandang; kelompok kesehatan; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga; serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Penentuan barang dan jasa yang masuk kelompok barang/jasa IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) yang dilaksanakan oleh BPS, kemudian akan dimonitor perkembangan harga barang/jasa tersebut secara bulanan.
Di Sumatera Utara, kota IHK terdiri dari Kota Sibolga, Kota Padangsidempuan, Kota Pematangsiantar, dan Kota Medan. Dari keempat kota IHK tersebut, Provinsi Sumatera Utara mengalami deflasi pada bulan Desember 2019 yaitu sebesar -0,19 persen, dengan kondisi Kota Medan dan Kota Padangsidempuan mengalami deflasi, artinya harga komoditas pada bulan berjalan mengalami penurunan dibanding harga bulan sebelumnya, sedangkan Kota Sibolga dan Kota Pematangsiantar mengalami inflasi. Deflasi ini bukan pertama kali terjadi, hal ini sudah terjadi selama empat bulan berturut-turut sejak September 2019.

Penurunan harga pada empat bulan ini disumbang oleh kebanyakan komoditas yang berasal dari kelompok bahan makanan, seperti cabai merah dan cabai rawit. Harga cabai merah mengalami penurunan harga mencapai 17,43 persen pada bulan Desember. Begitu juga dengan harga cabai rawit mengalami penurunan harga sebesar 21,27 persen. Dari sisi ekonomi, semakin kecil inflasi semakin bagus dan dijadikan indikator keberhasilan pemerintah dalam mengontrol harga barang/jasa di Sumatera Utara.

Sisi lain, jatuhnya harga bahan makanan berakibat langsung terhadap penurunan pendapatan petani. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus 2019, Provinsi Sumatera Utara masih didominasi oleh 35,54 persen penduduk produktif yang bekerja pada sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Menurunnya harga-harga bahan makanan akan berdampak kepada 35,54 persen masyarakat yang bekerja di sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.

Bagaimana dengan kesejahteraan petani di Sumatera Utara saat deflasi terjadi pada empat bulan berturut-turut ini?
Salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan petani, Badan Pusat Statistik juga mengeluarkan angka Nilai Tukar Petani (NTP). Angka NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), yang merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. Dari indeks harga yang diterima petani (lt), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani dan dari indeks harga yang dibayar petani (lb), dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan brang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani, begitu juga sebaliknya. NTP ini dibagi berdasarkan subsektor yang terdiri dari Tanaman Pangan (padi dan palawija), Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan, dan Perikanan.

Dilihat dari angka NTP selama empat bulan tersebut, dari bulan September hingga Desember 2019 menunjukkan tren positif, artinya tingkat kemampuan/daya beli petani semakin baik dari bulan ke bulan walupun angka indeksnya di bawah 100. Angka tersebut adalah angka secara gabungan dari lima subsektor. Apabila dilihat berdasarkan subsektornya, angka NTP subsektor tanaman pangan mengalami penurunan empat bulan terakhir ini, begitu juga dengan hortikultura, subsektor penghasil komoditas cabai merah dan cabai rawit yang menjadi dua komoditas andil deflasi di Sumatera Utara. Pada bulan September angka NTP subsektor hortikultura berada pada 94,87, terakhir pada bulan Desember angkanya menurun menjadi 91,74.

Kondisi ini perlu menjadi perhatian khusus dari pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kenaikan dan penurunan harga jangan hanya dilihat dari aspek kondisi pasar saja, treatment yang dilakukan hanya berlokasi di pasar, tempat titik temu harga antara penjual dan pembeli. Perlu juga memangkas alur distribusi komoditas agar produsen (atau sama dengan petani) dapat langsung berjumpa dengan pembeli, bisa saja para pelaku ekonomi dalam alur tersebut menaikkan ataupun menurunkan harga sebelum komoditas tersebut sampai pada pasar, ongkos pengangkutan juga dapat mempengaruhi harga.

Perhatian pemerintah juga harus intens terhadap produsen penghasil bahan makanan, yaitu para petani. Sehingga tingkat kesejahteraan petani dapat ditingkatkan, dan lama-kelamaan juga berimbas pada meningkatnya konsumsi masyarakat karena sebagian besar di dalamnya adalah petani.
Editor: Sam

T#g:BPSDeflasiInflasi
glazed
makeup remover
Berita Terkait

tiktok rss yt ig fb twitter

Tentang Kami    Pedoman Media Siber    Disclaimer    Iklan    Karir    Kontak

Copyright © 2013 - 2024 utamanews.com
PT. Oberlin Media Utama

⬆️