Penyelesaian pembebasan 2.086 hektar lahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi sorotan utama dalam upaya pengembangan wilayah tersebut. Perjalanan menuju pembebasan lahan tersebut menyoroti kompleksitas regulasi yang mengawal proses ini. Sebagaimana disampaikan oleh Plt Kepala Otorita IKN (OIKN), Basuki Hadimuljono, peraturan presiden (perpres) menjadi instrumen kunci dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Perluasan IKN memerlukan pembebasan lahan yang tidak hanya berkaitan dengan aspek teknis, tetapi juga dampak sosial dan masyarakat. Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus menjadi fokus utama dalam perpres yang sedang dibuat. PDSK Plus mencakup relokasi masyarakat yang terkena dampak, serta pembangunan infrastruktur sosial seperti rumah. Keterlibatan masyarakat dalam proses musyawarah menjadi kunci dalam implementasi PDSK Plus ini, menandakan pendekatan partisipatif dalam penyelesaian konflik.
Selain aspek sosial, regulasi terkait hak atas tanah juga menjadi perhatian utama. Investor memerlukan kepastian hukum yang jelas untuk dapat berinvestasi dengan nyaman. Perpres kedua bertujuan untuk menyederhanakan aturan bagi investor, khususnya dalam hal kepemilikan tanah. Konversi Hak Pengelolaan (HPL) menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) murni diharapkan dapat meningkatkan minat investor, memperkuat kepercayaan pada proses pembangunan IKN.
Dalam konteks ini, peran Pemerintah dalam menyusun regulasi yang memadai menjadi krusial. Proses penyusunan perpres harus melibatkan stakeholder terkait, termasuk masyarakat lokal dan investor. Tujuan utama adalah menciptakan lingkungan hukum yang kondusif bagi investasi, sambil memperhatikan kepentingan sosial dan lingkungan.
Kendati terdapat tantangan dalam penyelesaian pembebasan lahan, upaya yang dilakukan oleh OIKN dan pemerintah merupakan langkah positif dalam mengatasi masalah tersebut. Apresiasi terhadap investor yang bersedia berkomitmen di tengah ketidakpastian hukum merupakan bentuk dukungan bagi pengembangan IKN. Kepemimpinan yang kuat dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan akan memperkuat kepercayaan masyarakat dan investor terhadap masa depan IKN.
Pengembangan infrastruktur di Indonesia menjadi medan yang penuh dengan tantangan dan hambatan yang kompleks. Penyelesaian pembebasan lahan di Ibu Kota Nusantara (IKN) mencerminkan sebagian dari tantangan tersebut. Pertama-tama, kompleksitas regulasi menjadi salah satu hambatan utama dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Regulasi yang rumit dan seringkali tumpang tindih antarlembaga dapat memperlambat proses pengembangan proyek, termasuk dalam pembebasan lahan. Penyelarasan regulasi antarlembaga pemerintah menjadi kunci untuk memastikan kelancaran proses ini.
Selanjutnya, kepentingan yang bertentangan antara berbagai pihak juga menjadi tantangan serius. Dalam konteks pembebasan lahan, kepentingan masyarakat lokal, investor, dan pemerintah seringkali saling bertentangan. Misalnya, keinginan masyarakat untuk mendapatkan kompensasi yang adil sering kali tidak sejalan dengan kepentingan investor dalam mempercepat pembangunan proyek. Penyelesaian konflik kepentingan ini memerlukan pendekatan yang hati-hati dan solusi yang adil bagi semua pihak terlibat.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam proses pengembangan infrastruktur menjadi tantangan tersendiri. Meskipun partisipasi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, namun dalam praktiknya, terdapat berbagai hambatan seperti minimnya pemahaman masyarakat tentang proyek, serta kurangnya akses mereka terhadap informasi yang relevan. Upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui pendekatan yang inklusif dan edukasi yang intensif menjadi krusial untuk mengatasi tantangan ini.
Tak hanya itu, permasalahan hukum dan kepastian regulasi juga menjadi hambatan dalam pengembangan infrastruktur di Indonesia. Ketidakpastian hukum dalam kepemilikan tanah, prosedur perizinan yang rumit, dan kerapuhan sistem peradilan menjadi faktor-faktor yang memperlambat proses pembangunan infrastruktur. Penyederhanaan regulasi dan perbaikan sistem peradilan menjadi langkah penting dalam mengatasi hambatan ini.
Di samping itu, aspek finansial juga menjadi hambatan utama dalam pengembangan infrastruktur. Proyek-proyek infrastruktur membutuhkan investasi yang besar, namun terkadang sulit untuk menarik investasi yang cukup dari sektor swasta. Keterbatasan anggaran publik juga sering menjadi kendala dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur yang diperlukan oleh masyarakat.
Kerjasama lintas sektor antara pemerintah, swasta, dan masyarakat memiliki dampak dan implikasi yang signifikan dalam mengatasi tantangan infrastruktur di Indonesia. Pertama-tama, kolaborasi ini dapat meningkatkan efisiensi dalam pengembangan proyek infrastruktur. Dengan melibatkan berbagai pihak yang memiliki keahlian dan sumber daya yang berbeda, proyek-proyek tersebut dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan lebih baik, mengurangi risiko dan waktu yang dibutuhkan.
Selain itu, kerjasama lintas sektor juga dapat meningkatkan kualitas proyek infrastruktur. Keterlibatan swasta dapat membawa inovasi dan teknologi canggih yang diperlukan untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan keberlanjutan proyek. Di samping itu, partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dapat memastikan bahwa proyek-proyek tersebut memenuhi kebutuhan dan keinginan lokal, menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Dampak lain dari kerjasama lintas sektor adalah peningkatan aksesibilitas dan keterjangkauan infrastruktur bagi masyarakat. Dengan melibatkan swasta, pemerintah dapat mengurangi beban keuangan mereka dalam membiayai proyek-proyek tersebut, sehingga dapat mengalokasikan sumber daya lebih banyak untuk proyek-proyek lain yang juga penting. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan investasi dalam sektor-sektor kunci seperti pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun, kerjasama lintas sektor juga memiliki implikasi yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah potensi konflik kepentingan antara pihak-pihak yang terlibat. Pemerintah, swasta, dan masyarakat mungkin memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda, yang dapat menyebabkan gesekan dan konflik selama proses pengembangan proyek. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk berkomunikasi dengan baik dan mencari solusi yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Selain itu, kerjasama lintas sektor juga dapat meningkatkan risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan ekonomi yang besar, ada potensi untuk terjadi praktek-praktek yang tidak etis atau ilegal dalam proses pengembangan proyek. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Secara keseluruhan, kerjasama lintas sektor memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, dan aksesibilitas infrastruktur di Indonesia. Namun, untuk mencapai potensi ini, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terlibat, serta kerangka kerja yang jelas dan mekanisme pengawasan yang efektif. Dengan demikian, diharapkan bahwa kerjasama lintas sektor dapat menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mengatasi tantangan infrastruktur di Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.
*) Dosen UNTAG Banyuwangi